Selasa, 31 Mei 2011

Ilusi Negara Islam

Gerakan garis keras transnasional di Indonesia terdiri dari kelompok-kelompok di dalam dan di luar institusi pemerintahan/parlemen yang saling mendukung untuk mencapai agenda bersama mereka. Bahaya paling jelas adalah identifikasi Islam dengan ideologi Wahabi/Ikhwanul Muslimin yang sangat ampuh membodohi umat Islam. Mereka menyusup ke bidang-bidang kehidupan bangsa Indonesia, terutama ormas-ormas Islam moderat, institusi pendidikan dan pemerintahan; dan dengan dalih membela dan memperjuangkan Islam, melakukan cultural genocide untuk menguasai Indonesia. Formalisasi agama (baca: Islam) yang mereka lakukan hanya dalih untuk merebut kekuasaan politik.

Merespon gerakan ini, PP. Muhammadiyah menerbitkan SKPP Nomor 149/Kep/I.0/B/2006 untuk menyelamatkan Persyarikatan dari infiltrasi partai politik seperti PKS. Nahdlatul Ulama juga mengeluarkan fatwa bahwa Khilafah Islamiyah tidak mempunyai rujukan teologis baik di dalam al-Qur’an maupun Hadits. PBNU mengingatkan bahwa ideologi transnasional berpotensi memecah belah bangsa Indonesia dan merusak amaliyah diniyah umat Islam

Politik Ruang Publik Sekolah

Dalam beberapa waktu terakhir sering terdengar suara miring mengenai dominasi ruang publik siswa di sekolah-sekolah menengah umum negeri oleh kelompok dengan cara pandang keagamaan tertentu. Kecenderungan ini disinyalir cukup luas terjadi di banyak tempat di seluruh Indonesia, tak terkecuali di wilayah Yogyakarta yang selama ini selalu dicitrakan sebagai the city of tolerance. Sinyalemen ini biasanya juga disertai dengan ungkapan kekhawatiran tentang terjadinya pengkotak-kotakan siswa berdasarkan identitas keagamaan melampaui identitas keindonesiaan yang bisa mengancam nilai-nilai “pluralism kewargaan” yang merupakan fondasi bagi Indonesia sebagai rumah bersama.

Kekhawatiran ini cukup beralasan, karena sekolah umum negeri yang dibiayai negara semestinya merupakan ruang bersama yang mengakomodasi semua ekspresi keragaman apa pun latar belakang agama, etnis dan budaya siswa dan sekaligus menjadi arena belajar siswa dalam mengelola keragaman tersebut. Riset ini melihat lebih dalam praktik dominasi ruang publik di sekolah-sekolah umum negeri di wilayah Yogyakarta, yang secara khusus memberikan perhatian terhadap praktik berislam di ruang publik sekolah, yang pada tingkat tertentu bisa menimbulkan dominasi dan diskriminasi atas pola dan jenis berislam yang lain. Pada sisi lain, riset ini juga mengeksplorasi pola-pola yang diinisiasi siswa (resepsi, negosiasi dan resistensi) terhadap dominasi tersebut.

Kontroversi Gereja Di Jakarta

Problem pendirian gereja sudah lama menjadi duri dalam daging hubungan antarumat beragama di Indonesia. Berbagai rezim pemerintahan berganti, aturan pun direvisi, namun persoalan ini tak pernah selesai. Yang mengkhawatirkan adalah ketegangan sosial yang kerap ditimbulkannya, bahkan menjadi kekerasan. Setelah era Reformasi, upaya baik pemerintah lewat Peraturan Bersama Menteri (2006) dan pendirian Forum Kerukunan Umat Beragama, juga tetap belum dapat menyelesaikan persoalan ini. Ada banyak faktor lain yang perlu ditelisik lebih teliti.

Monograf ini merupakan hasil kerja tim peneliti mitra CRCS yang terdiri dari dari Yayasan Paramadina, Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik Universitas Gadjah Mada (MPRK-UGM) dan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) tentang problematika pendirian gereja di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berperan, baik dalam menginisiasi maupun menyelesaikan konflik terkait rumah ibadah.