Selasa, 31 Mei 2011

Politik Ruang Publik Sekolah

Dalam beberapa waktu terakhir sering terdengar suara miring mengenai dominasi ruang publik siswa di sekolah-sekolah menengah umum negeri oleh kelompok dengan cara pandang keagamaan tertentu. Kecenderungan ini disinyalir cukup luas terjadi di banyak tempat di seluruh Indonesia, tak terkecuali di wilayah Yogyakarta yang selama ini selalu dicitrakan sebagai the city of tolerance. Sinyalemen ini biasanya juga disertai dengan ungkapan kekhawatiran tentang terjadinya pengkotak-kotakan siswa berdasarkan identitas keagamaan melampaui identitas keindonesiaan yang bisa mengancam nilai-nilai “pluralism kewargaan” yang merupakan fondasi bagi Indonesia sebagai rumah bersama.

Kekhawatiran ini cukup beralasan, karena sekolah umum negeri yang dibiayai negara semestinya merupakan ruang bersama yang mengakomodasi semua ekspresi keragaman apa pun latar belakang agama, etnis dan budaya siswa dan sekaligus menjadi arena belajar siswa dalam mengelola keragaman tersebut. Riset ini melihat lebih dalam praktik dominasi ruang publik di sekolah-sekolah umum negeri di wilayah Yogyakarta, yang secara khusus memberikan perhatian terhadap praktik berislam di ruang publik sekolah, yang pada tingkat tertentu bisa menimbulkan dominasi dan diskriminasi atas pola dan jenis berislam yang lain. Pada sisi lain, riset ini juga mengeksplorasi pola-pola yang diinisiasi siswa (resepsi, negosiasi dan resistensi) terhadap dominasi tersebut.


Riset ini dilakukan di tiga sekolah menengah umum negeri yang tergolong sekolah favorit di wilayah Yogyakarta, yaitu SMUN Rajawali, SMUN Merak dan SMUN Merpati (semua nama disamarkan). Ketiga sekolah ini dipilih berdasarkan tingkat Politik Ruang Publik Sekolahdominasi yang tertangkap dalam pengamatan awal oleh tim peneliti. Riset ini membantu kita melihat pola-pola yang diinisiasi siswa berdasarkan konteks-konteks yang berbeda. Temuan riset ini mengafirmasi sinyalemen terjadinya dominasi ruang publik siswa di sekolah dan pada saat yang sama juga menunjukkan bahwa kita harus berhati-hati untuk tidak melakukan generalisasi berlebihan (over generalized) terhadapnya, karena perbedaan konteks masing-masing sekolah juga menunjukkan ketegangan yang berbeda-beda, dan pola-pola inisiasi siswa yang beragam pula.

Silahkan unduh di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar